desaklah aku untuk buatmu berpeluh walau batu menindih ragaku
menarilah liukkan siluetmu walau birahiku enggan meronta
biasakanlah itu duhai perempuanku
agar 'ku sadar dari kembaraku yang liar, titisan dendam...
dan kau alpa mengetahuinya jua 'ku lihai menguncinya tujuh lapis tujuh di bilikku
yang tiada pernah kau kubiarkan menjadi "jaka tarub terhadap bidadari khayangan"
aku itu lihai...duhai perempuanku maka kumohon:
desaklah aku buatmu berpeluh walau bibirku bisu bergurau
menyanyilah dengan jiwamu dari sudut perapian kita
dengan lembut tanpa memekak
seperti yang kusuka- kaupun tahu itu-
biarkan aku berjinjit menghampirimu seperti pencuri
karena nyanyianmu lamat lamat laksana perawan di tengah hutan
kau tahu aku suka itu...
kumohon....duhai perempuanku pasung saja aku! dengan jimat cintamu
biar 'ku belajar mengerti tentang rusuk yang hilang
tentang sebentuk daun keladi yang kau sajikan dengan ketulusan
biar ku damai meniti hari bersamamu
di jalan setapak rintisan kita menuju pardis impian
perempuanku...
berkemaslah sigap
bawa serta buah hati kita, sebelum matahari meninggi...
(medan 230711)
Sabtu, 29 Oktober 2011
Hujan Cinta...
Bagaimana aku menyongsongmu cinta...
Lihatlah...diluar belum aman, runcing hujan masih menghujam, ramai...
gluduk gerobak atlas gledak -gleduk menghardik, aku takut...
lampu potret empunya langit menyambar-nyambar, aku ngeri...
bersabarlah barang separuh lingkaran jarum panjang pengelana waktu
setelah itu aku merindu di sisi dagumu
kupastikan itu tanpa ragu, karena aku sungguh padamu
cinta...jangan lupa, jerangkan setanggi air cintamu...
tuk bilas rambut basahku, hangatkan aku yang rebahanmu
maniskan seteguk kopi di meja bundarmu
kubagi untukmu menjadi madu serupa diramu
cinta, janganlah jemu menantiku
karena di luar hujan masih merajam
bersabarlah seperempat lingkaran jarum panjang pengelana waktu
setelah itu aku merindu disisi dagumu.
(tempatkerja28/7/11)
Lihatlah...diluar belum aman, runcing hujan masih menghujam, ramai...
gluduk gerobak atlas gledak -gleduk menghardik, aku takut...
lampu potret empunya langit menyambar-nyambar, aku ngeri...
bersabarlah barang separuh lingkaran jarum panjang pengelana waktu
setelah itu aku merindu di sisi dagumu
kupastikan itu tanpa ragu, karena aku sungguh padamu
cinta...jangan lupa, jerangkan setanggi air cintamu...
tuk bilas rambut basahku, hangatkan aku yang rebahanmu
maniskan seteguk kopi di meja bundarmu
kubagi untukmu menjadi madu serupa diramu
cinta, janganlah jemu menantiku
karena di luar hujan masih merajam
bersabarlah seperempat lingkaran jarum panjang pengelana waktu
setelah itu aku merindu disisi dagumu.
(tempatkerja28/7/11)
Sesal
menangislah dengan sedih
agar terobat kesalmu
merintinhlah dengan pilu
sampai teriris jantungmu
usaikan sampai menjelang pagi
dan sambut mentari dengan hati yang sepenggal
biarkan potongannya meronta kepanasan
menahan sesal yang tak berujung
di ujung senja...
kan kau temui hati yang mengering
dipinggir jalan yang sunyi...
berharap waktu dapat kembali
(19/07/11)
agar terobat kesalmu
merintinhlah dengan pilu
sampai teriris jantungmu
usaikan sampai menjelang pagi
dan sambut mentari dengan hati yang sepenggal
biarkan potongannya meronta kepanasan
menahan sesal yang tak berujung
di ujung senja...
kan kau temui hati yang mengering
dipinggir jalan yang sunyi...
berharap waktu dapat kembali
(19/07/11)
Di Persimpangan Aku Memilih Pintu Gelap
Di persimpangan aku terpasung sepi
berharap angin mengecup keputusan di telapak kaki
mengayun hati pada ilalang bergoyang
namun bumi enggan bergeming, hening...
Di persimpangan aku memelihara ombak
dada gemuruh meluruh menghanyutkan daun daun berlirik gundah
akan pilihan yang tak harus...
ada tabiat yang tak seperti sungai, menolak muara, mencibir arus
Di persimpangan aku mendengar bisikan sekam
"hati pun bisa membusuk walau kau genggam...bukankah kau sipenikmat dunia?"
egoku akur mengangguk terasuk
naluri mencuri kesucian janji pada bunga-bunga
menuntun kaki yang teragitasi melangkah menuju...
lari, teruslah berlari wahai tungkai...songsong inginmu..!
menari, teruslah melentik wahai yang mimpi
jangan berhenti sebelum merengkuh...
kini gilirmu wahai jemari, melengkunglah laksa gelembung
ciptakan ketukan pada pintunya
temukan senyumnya yang dirilis misteri
rangkulnya bawaku ke dalam gelap lalu aku lenyap...
(medan/09/09/11)
berharap angin mengecup keputusan di telapak kaki
mengayun hati pada ilalang bergoyang
namun bumi enggan bergeming, hening...
Di persimpangan aku memelihara ombak
dada gemuruh meluruh menghanyutkan daun daun berlirik gundah
akan pilihan yang tak harus...
ada tabiat yang tak seperti sungai, menolak muara, mencibir arus
Di persimpangan aku mendengar bisikan sekam
"hati pun bisa membusuk walau kau genggam...bukankah kau sipenikmat dunia?"
egoku akur mengangguk terasuk
naluri mencuri kesucian janji pada bunga-bunga
menuntun kaki yang teragitasi melangkah menuju...
lari, teruslah berlari wahai tungkai...songsong inginmu..!
menari, teruslah melentik wahai yang mimpi
jangan berhenti sebelum merengkuh...
kini gilirmu wahai jemari, melengkunglah laksa gelembung
ciptakan ketukan pada pintunya
temukan senyumnya yang dirilis misteri
rangkulnya bawaku ke dalam gelap lalu aku lenyap...
(medan/09/09/11)
Aku Ini Lelaki Wahai Bunga-bunga
Pergilah saja dari tamanku wahai bunga yang sombong karena aku bukanlah pencinta sejati
menjauhlah saja dari kebunku wahai kembang wangi karena aku bukan penikmat yang berani
jangan pernah mengharap aku merawat karena aku tak bakat
tiada perlu engkau menunggu karena aku tak punya waktu
Wahai bungabunga dengar ucapku
puas aku dengan tamanku yang ditumbuhi kembang tahi ayam walau baunya tak perawan
aku senang lidah buaya yang setia menjulur mujur seumurumur
atau masih kupunya bougenvil si rajin tekun memberi warna
Kini pergilah jauh, jangan kembali walau sekali
karena aku tak bermulut dua, juga tak berkata sia
bahkan pabila semua bunga meranggas, aku tak cemas...
esok kuganti dengan kertas
atau pun emas...
15/08/11
menjauhlah saja dari kebunku wahai kembang wangi karena aku bukan penikmat yang berani
jangan pernah mengharap aku merawat karena aku tak bakat
tiada perlu engkau menunggu karena aku tak punya waktu
Wahai bungabunga dengar ucapku
puas aku dengan tamanku yang ditumbuhi kembang tahi ayam walau baunya tak perawan
aku senang lidah buaya yang setia menjulur mujur seumurumur
atau masih kupunya bougenvil si rajin tekun memberi warna
Kini pergilah jauh, jangan kembali walau sekali
karena aku tak bermulut dua, juga tak berkata sia
bahkan pabila semua bunga meranggas, aku tak cemas...
esok kuganti dengan kertas
atau pun emas...
15/08/11
Lelah Aku
Hasrat meronta pada senja menjelang langit runtuh
ketika geliat birahi tekun mencipta tarian resah penuh sesumbar
kutuk benak yang tak menuntun hati pada nyali
selalu kembali pada keputusan yang sekejap berbuah sesal
selekas angin bergegas, menera bekas
aku berputar pada perulangan yang menjemukan
meski pasrah tak diundang, jenuh berdendang pada daun-daun bimbang
senyum mengecam di bunga-bunga yang lelah menengadah
aku tak perduli...walau kutahu selalu kembali pada perulangan yang menjemukan
ya, menjemukan...
salahkan yang mencipta taksempurna
atau ulangi tempah aku pada pola tak bercela
seperti yang kau suka...
(05/09/11)
ketika geliat birahi tekun mencipta tarian resah penuh sesumbar
kutuk benak yang tak menuntun hati pada nyali
selalu kembali pada keputusan yang sekejap berbuah sesal
selekas angin bergegas, menera bekas
aku berputar pada perulangan yang menjemukan
meski pasrah tak diundang, jenuh berdendang pada daun-daun bimbang
senyum mengecam di bunga-bunga yang lelah menengadah
aku tak perduli...walau kutahu selalu kembali pada perulangan yang menjemukan
ya, menjemukan...
salahkan yang mencipta taksempurna
atau ulangi tempah aku pada pola tak bercela
seperti yang kau suka...
(05/09/11)
Balada Kata Kata
Ribuan 'kata' berlari panik berputar onar
menabrak saling berbentur meronta hingar
(medan,240711)
Letterater Vs Lateratur
Lateratur' dalam bahasa Karo (salah satu etnis yang ada di Sumatera Utara) mempunyai arti/ makna ' Tidak Teratur '. Yang berasal dari kata dasar La (Lang; Lahang) = Tidak + Atur (teratur) menjadi Lateratur yang artinya tidak teratur, atau tidak beraturan.
Sesungguhnya kata Lateratur tidak ada hubungannya sama sekali dengan Letterater (situs yang menjadi tempat favorit baru bagi para pencinta sastra, termasuk saya). Mungkin saya saja yang kurang kerjaan atau sedikit usil untuk membahas masalah yang bukan masalah ini.
Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa dengan kehadiran Letterater telah membuka cakrawala baru bagi saya dan pencinta sastra Indonesia dimana telah lahir sebuah wadah untuk menyalurkan bakat-bakat terpendam di bidang sastra dan memacu tumbuhnya penulis-penulis baru dan pemula, dimana sebelumnya tidak pernah berani untuk mengirimkan karya mereka ke surat kabar, majalah, atau tabloid karena merasa belum pantas, takut ditolak, atau bahkan merasa tidak percaya diri. Yang mengakibatkan karya-karya yang sudah mereka buat tidak pernah teratur tersusun atau bahkan terbuang dan tercecer begitu saja. Mungkin ini tidak berlaku bagi penulis yang sudah senior dan mapan, karena karya mereka justru selalu ditunggu oleh penerbit dan mendominasi seluruh media massa yang ada.
Kehadiran Letterater saya analogikan sebagai kehadiran sebuah lapangan bermain di tengah pemukiman kota yang padat dan sumpek. Dimana seluruh masyarakat kota bisa datang untuk bermain di sana. Tua, muda, profesional, maupun pemula semuanya bisa datang dan bermain sesuka hati dan memainkan permainan yang mereka sukai (dengan mematuhi aturan tentunya). Datang untuk sekedar menonton juga boleh, memberikan komentar atas permainan orang-orang juga tidak salah, atau sekedar tamasya menikmati panorama lapangan sambil melihat-lihat orang yang hadir di sana juga tidak ada yang melarang. Pokoknya komplitlah.
Letterater versus Lateratur, seperti judul tulisan ini kolerasinya adalah bahwa kehadiran Letterater telah mendobrak Lateratur (baca: ketidak beraturan) dimana karya - karya kita bisa tersusun dengan teratur dan terdokumentasi dengan baik. Setiap karya kita, terlepas dari karya bagus ataupun 'ka-cang' (karya kacangan) semua punya tempat yang sama. Tulis! Terbitkan! Hanya dalam hitungan detik setelah ENTER karya kita sudah bisa dilihat oleh para pembaca di seluruh Indonesia. Bahkan saya merasakan dengan kehadiran Letterater hidup saya sedikit semakin teratur dari sebelumnya, dimana dari segi pemanfaatan waktu saya jadi termotivasi untuk lebih disiplin. Misalnya jam - jam menjelang usai jam kerja di kantor, saya selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke situs ini, dan kalau mood lagi datang saya tuangkan menjadi sebuah puisi.
Sesungguhnya Letterater telah menjadi oase ditengah kerinduan orang -orang akan wadah untuk berkarya khususnya tulis menulis. Tetaplah bergerak seiring dinamika perkembangan zaman melalui penyempurnaan fitur-fiturnya. Maju terus Letterater....! Selamat tinggal Lateratur...!
14/08/11
Sesungguhnya kata Lateratur tidak ada hubungannya sama sekali dengan Letterater (situs yang menjadi tempat favorit baru bagi para pencinta sastra, termasuk saya). Mungkin saya saja yang kurang kerjaan atau sedikit usil untuk membahas masalah yang bukan masalah ini.
Yang ingin saya sampaikan adalah bahwa dengan kehadiran Letterater telah membuka cakrawala baru bagi saya dan pencinta sastra Indonesia dimana telah lahir sebuah wadah untuk menyalurkan bakat-bakat terpendam di bidang sastra dan memacu tumbuhnya penulis-penulis baru dan pemula, dimana sebelumnya tidak pernah berani untuk mengirimkan karya mereka ke surat kabar, majalah, atau tabloid karena merasa belum pantas, takut ditolak, atau bahkan merasa tidak percaya diri. Yang mengakibatkan karya-karya yang sudah mereka buat tidak pernah teratur tersusun atau bahkan terbuang dan tercecer begitu saja. Mungkin ini tidak berlaku bagi penulis yang sudah senior dan mapan, karena karya mereka justru selalu ditunggu oleh penerbit dan mendominasi seluruh media massa yang ada.
Kehadiran Letterater saya analogikan sebagai kehadiran sebuah lapangan bermain di tengah pemukiman kota yang padat dan sumpek. Dimana seluruh masyarakat kota bisa datang untuk bermain di sana. Tua, muda, profesional, maupun pemula semuanya bisa datang dan bermain sesuka hati dan memainkan permainan yang mereka sukai (dengan mematuhi aturan tentunya). Datang untuk sekedar menonton juga boleh, memberikan komentar atas permainan orang-orang juga tidak salah, atau sekedar tamasya menikmati panorama lapangan sambil melihat-lihat orang yang hadir di sana juga tidak ada yang melarang. Pokoknya komplitlah.
Letterater versus Lateratur, seperti judul tulisan ini kolerasinya adalah bahwa kehadiran Letterater telah mendobrak Lateratur (baca: ketidak beraturan) dimana karya - karya kita bisa tersusun dengan teratur dan terdokumentasi dengan baik. Setiap karya kita, terlepas dari karya bagus ataupun 'ka-cang' (karya kacangan) semua punya tempat yang sama. Tulis! Terbitkan! Hanya dalam hitungan detik setelah ENTER karya kita sudah bisa dilihat oleh para pembaca di seluruh Indonesia. Bahkan saya merasakan dengan kehadiran Letterater hidup saya sedikit semakin teratur dari sebelumnya, dimana dari segi pemanfaatan waktu saya jadi termotivasi untuk lebih disiplin. Misalnya jam - jam menjelang usai jam kerja di kantor, saya selalu menyempatkan diri untuk berkunjung ke situs ini, dan kalau mood lagi datang saya tuangkan menjadi sebuah puisi.
Sesungguhnya Letterater telah menjadi oase ditengah kerinduan orang -orang akan wadah untuk berkarya khususnya tulis menulis. Tetaplah bergerak seiring dinamika perkembangan zaman melalui penyempurnaan fitur-fiturnya. Maju terus Letterater....! Selamat tinggal Lateratur...!
14/08/11
Sesal Part II
Aku tahu tak ada maaf di pohon-pohon yang kambiumnya meleleh darah
tak pernah lekang dimakan waktu tetap tersisa membekas sekeras batu
tapi aku hendak bisikkan pada rerumput dan daun pandan bahwa aku menyesal di ujung kolam.
Berharap katak bawa genderang menyanding tokek...mengejek bahwa akulah pecundang
Kutahu tak terbayar pedihmu oleh sesalku walau kuhempas ragaku
Dijenjang maafmu, diujung nafasku kumohon: putihkan warnaku agar tak lagi abu-abu monyet.
(30/07/11)
tak pernah lekang dimakan waktu tetap tersisa membekas sekeras batu
tapi aku hendak bisikkan pada rerumput dan daun pandan bahwa aku menyesal di ujung kolam.
Berharap katak bawa genderang menyanding tokek...mengejek bahwa akulah pecundang
Kutahu tak terbayar pedihmu oleh sesalku walau kuhempas ragaku
Dijenjang maafmu, diujung nafasku kumohon: putihkan warnaku agar tak lagi abu-abu monyet.
(30/07/11)
Balas Pantun
beli mangga sama kak haris
mangganya busuk protes buk Lili
Negara ini semakin menangis
karena generasi jarang peduli
beli jambu sama sulaiman
mau d bayar dompetnya ilang
generasi sekrang uda anak jaman
dia lupakan para pejuang (Safrida Novita)
beli mangga di pasar rawa
pohonya besar tempat keramat
jika ingin negara tertawa
lakukan karya dengan semangat (Noeel G)
mangganya busuk protes buk Lili
Negara ini semakin menangis
karena generasi jarang peduli
beli jambu sama sulaiman
mau d bayar dompetnya ilang
generasi sekrang uda anak jaman
dia lupakan para pejuang (Safrida Novita)
beli mangga di pasar rawa
pohonya besar tempat keramat
jika ingin negara tertawa
lakukan karya dengan semangat (Noeel G)
Kau Dan Aku
Kau cipta banyak warna pada bunga-bunga
di setiap jejak yang kau gegas
merona...menebar aroma
tiada getar ketika bola mata saling mengincar
pada kelakar yang mekar di kuntum sesawi
tiada usai sebelum senja melerai
aku, kau : tak pernah sadar ada masa merayap bisu di sisi kita
menyeret kita pada tebing..
aku, kau : kini terjaga di garis waktu ketika kita tak bisa mengentikan detikdetiknya
terlambat aku sadar bahwa kau begitu berarti
saat kau harus kembali pada sebuah janji...
(Akan kunanti kau kembali sampai waktu menghilangkanku/bersama perulangan yang menjemukan)
Medan,21/08/11
di setiap jejak yang kau gegas
merona...menebar aroma
tiada getar ketika bola mata saling mengincar
pada kelakar yang mekar di kuntum sesawi
tiada usai sebelum senja melerai
aku, kau : tak pernah sadar ada masa merayap bisu di sisi kita
menyeret kita pada tebing..
aku, kau : kini terjaga di garis waktu ketika kita tak bisa mengentikan detikdetiknya
terlambat aku sadar bahwa kau begitu berarti
saat kau harus kembali pada sebuah janji...
(Akan kunanti kau kembali sampai waktu menghilangkanku/bersama perulangan yang menjemukan)
Medan,21/08/11
Pantun Bijak
Bangau berenang di pagi hari
Punai bertelur di batang randu
Nenek berjanji di dalam hati
Membawamu selalu dalam doaku..(Kwkwkwkw….Noeel..please ! RD.Kedum)
Bebek bertengkar di bawah kayu
Tiriskan sagu diatas nampan
Nenek yang pintar dan banyak ilmu
Wariskan aku cara membuat cerpen (Jurus maksa ni Nek…Noeel G.)
Punai bertelur di batang randu
Nenek berjanji di dalam hati
Membawamu selalu dalam doaku..(Kwkwkwkw….Noeel..please ! RD.Kedum)
Bebek bertengkar di bawah kayu
Tiriskan sagu diatas nampan
Nenek yang pintar dan banyak ilmu
Wariskan aku cara membuat cerpen (Jurus maksa ni Nek…Noeel G.)
Wahai Angin
wahai angin....jemputlah jiwa dan bawa ke tempat tertinggi...sejauh kau bisa | |
Rindu
| |||||
04 September 2011 jam 11:56 | |||||
Lelah Aku
Hasrat meronta pada senja menjelang langit runtuh
ketika geliat birahi tekun mencipta tarian resah penuh sesumbar
kutuk benak yang tak menuntun hati pada nyali
selalu kembali pada keputusan yang sekejap berbuah sesal
selekas angin bergegas, menera bekas
aku berputar pada perulangan yang menjemukan
meski pasrah tak diundang, jenuh berdendang pada daun-daun bimbang
senyum mengecam di bunga-bunga yang lelah menengadah
aku tak perduli...walau kutahu selalu kembali pada perulangan yang menjemukan
ya, menjemukan...
salahkan yang mencipta taksempurna
atau ulangi tempah aku pada pola tak bercela
seperti yang kau suka...
(05/09/11)
ketika geliat birahi tekun mencipta tarian resah penuh sesumbar
kutuk benak yang tak menuntun hati pada nyali
selalu kembali pada keputusan yang sekejap berbuah sesal
selekas angin bergegas, menera bekas
aku berputar pada perulangan yang menjemukan
meski pasrah tak diundang, jenuh berdendang pada daun-daun bimbang
senyum mengecam di bunga-bunga yang lelah menengadah
aku tak perduli...walau kutahu selalu kembali pada perulangan yang menjemukan
ya, menjemukan...
salahkan yang mencipta taksempurna
atau ulangi tempah aku pada pola tak bercela
seperti yang kau suka...
(05/09/11)
Curhat
ketika aku terbang ke awan, seketika aku rindu bumi...
Bulan Di Pinggan
ku kan pergi sejenak meninggalkanmu
walau tak begitu jauh tapi ku yakin kan tercipta rindu
pada dinding hati yang berhias pigura senyummu
slalu sama seperti yang lalu ketika kuikrar aku padamu...
ku kan pergi sejenak meninggalkanmu
ketika langkahku dua deva, bisikmu menggema di telingaku
seperti biasa kau semat jimat di getar nadi
agar ku lekas kembali...
ya...cintaku,...untuk pintamu
ya... cintaku,....bagi harapmu
ya... cintaku,....pada doamu
ya...cintaku, aku kan kembali membawa bulan di pinggan...
hanya untukmu...
22/09/11
walau tak begitu jauh tapi ku yakin kan tercipta rindu
pada dinding hati yang berhias pigura senyummu
slalu sama seperti yang lalu ketika kuikrar aku padamu...
ku kan pergi sejenak meninggalkanmu
ketika langkahku dua deva, bisikmu menggema di telingaku
seperti biasa kau semat jimat di getar nadi
agar ku lekas kembali...
ya...cintaku,...untuk pintamu
ya... cintaku,....bagi harapmu
ya... cintaku,....pada doamu
ya...cintaku, aku kan kembali membawa bulan di pinggan...
hanya untukmu...
22/09/11
Deja Vu
Pertama kali kucuri wajahmu dari sudut mataku
Saat itu kau hadirkan Monalisa di ranum kelopakmu
Ketika kucoba merengkuhmu dengan puisi yang kubawa bersanding bulan
Ada misteri di senyummu…ada tekateki di kerlingmu
Dan aku merasa mengenal warnamu
Aku akrab dengan aromamu…manis merayu
Di mana gerangan kita pernah bertukar pendar
Atau hanya di dalam lenaku ketika kau dikirim lewat tidurku
Mengakulah padaku duhai yang manis…
Bukan tentang dari mana dirimu…
Bukan cerita siapa namamu…
Katakanlah bahwa kau ada untukku.
011011
Saat itu kau hadirkan Monalisa di ranum kelopakmu
Ketika kucoba merengkuhmu dengan puisi yang kubawa bersanding bulan
Ada misteri di senyummu…ada tekateki di kerlingmu
Dan aku merasa mengenal warnamu
Aku akrab dengan aromamu…manis merayu
Di mana gerangan kita pernah bertukar pendar
Atau hanya di dalam lenaku ketika kau dikirim lewat tidurku
Mengakulah padaku duhai yang manis…
Bukan tentang dari mana dirimu…
Bukan cerita siapa namamu…
Katakanlah bahwa kau ada untukku.
011011
Tobat
Aku ditengah hujan mengharap air berubah dirimu
menyelusup liar di lekuk tubuhku hingga aku menggigil riang
meresap tak bersekat mengendap sampai ke tulang
hingga dingin serasa berdiang pada kelambu jiwa yang menenteramkan
tiada keraguan pada senyummu
tiada kemarahan di sinarmu
kau jerang semua yang kau punya tanpa kesah tanpa desah...
bukan pilihan untuk mengabdi namun setia adalah janji
kau hunjuk bukti pada putaran harihari
menanti ku kembali mencium ujung jemari
sesaat selepas hujan...
berharap 'ku temukanmu
pada basah tubuhku...
pada kuyup rambutku...
walau kutahu kau jauh kini...
'kan tetap kunanti hingga kau datang menyeka...
pada basah dan luka jiwa...
(cinta...aku ingin kembali...walau dalam basah parah...
terimalah aku, takkan kuulang walau sekali...janji tobatku tak tobat cabai...tapi tobat tahi ayam)
dedicated to 'U'
4/10/11
menyelusup liar di lekuk tubuhku hingga aku menggigil riang
meresap tak bersekat mengendap sampai ke tulang
hingga dingin serasa berdiang pada kelambu jiwa yang menenteramkan
tiada keraguan pada senyummu
tiada kemarahan di sinarmu
kau jerang semua yang kau punya tanpa kesah tanpa desah...
bukan pilihan untuk mengabdi namun setia adalah janji
kau hunjuk bukti pada putaran harihari
menanti ku kembali mencium ujung jemari
sesaat selepas hujan...
berharap 'ku temukanmu
pada basah tubuhku...
pada kuyup rambutku...
walau kutahu kau jauh kini...
'kan tetap kunanti hingga kau datang menyeka...
pada basah dan luka jiwa...
(cinta...aku ingin kembali...walau dalam basah parah...
terimalah aku, takkan kuulang walau sekali...janji tobatku tak tobat cabai...tapi tobat tahi ayam)
dedicated to 'U'
4/10/11
Senja Kiamat
Masih kusimpan gambar sebuah pondok tua tidak mencolok di sudut memori
membumi di pinggir tebing curam menggelayut di kaki bukit
di sana tersimpan sejuta kenangan masa kecilku
uriku tertanam di pojok pekarangannya yang menjelma menjadi helai daun serai mewangi
2
Tak kupercaya Ibuku hanya memiliki sepasang tangan gemulai merajut setiap sudut
hingga tersulam keindahan di setiap sisinya saat kabut ringan masih memagut
ku bangga pada ayah yang selalu gigih menyisir lereng bukit sampai ke sungai kecil
mengumpul saji menyongsong mentari bahkan sebelum aku terjaga
3
Enggan aku membuka mata setiap kali semua hadir diujung malamku
pada lelap yang memaksa raga menyerah pasrah menyanding dengkur mengguntur
ingin kumurka mentari yang hadir terlalu dini mengoyak mimpi
hasrat kubunuh perempuanku yang rajin menghardik membakar pagi
4
Kini ku harus menyongsong kosong...
pada gorong-gorong di ujung lorong sekedar temukan segenggam bekal
untuk buah hati yang menanti harap kubawa banyak
pada senja aku pulang menyanding kiamat...
08/10/2011
membumi di pinggir tebing curam menggelayut di kaki bukit
di sana tersimpan sejuta kenangan masa kecilku
uriku tertanam di pojok pekarangannya yang menjelma menjadi helai daun serai mewangi
2
Tak kupercaya Ibuku hanya memiliki sepasang tangan gemulai merajut setiap sudut
hingga tersulam keindahan di setiap sisinya saat kabut ringan masih memagut
ku bangga pada ayah yang selalu gigih menyisir lereng bukit sampai ke sungai kecil
mengumpul saji menyongsong mentari bahkan sebelum aku terjaga
3
Enggan aku membuka mata setiap kali semua hadir diujung malamku
pada lelap yang memaksa raga menyerah pasrah menyanding dengkur mengguntur
ingin kumurka mentari yang hadir terlalu dini mengoyak mimpi
hasrat kubunuh perempuanku yang rajin menghardik membakar pagi
4
Kini ku harus menyongsong kosong...
pada gorong-gorong di ujung lorong sekedar temukan segenggam bekal
untuk buah hati yang menanti harap kubawa banyak
pada senja aku pulang menyanding kiamat...
08/10/2011
Berbalas Pantun
Hitam warnanya si air kopi
akan manis di tambah gula
miskin dan papa kita hadapi
anggap saja pintu surga (RD.Kedum)
jika gula manis rasanya
seduhkan dia di gelas biru
jika miskin pintunya surga
temukan dia di telapak kaki ibu (Noell G)
jika minum dari gelas biru
elok lah di minum di tepi pantai
jika surga memang di telapak kaki Ibu
pengorbanannya baiklah dihargai (Huta Baringin)
Duduk di pantai berlaut biru
ambil kelapa minum berdua
mari sayangi ayah dan ibu
pasti kita akan masuk surga (RD.Kedum)
melintas sawah penyu berjalan
membawa bunga pada punggungnya
menyayang ayah ibu adalah kewajiban
mari lakukan dengan penuh cinta...(Noeel G.)
akan manis di tambah gula
miskin dan papa kita hadapi
anggap saja pintu surga (RD.Kedum)
jika gula manis rasanya
seduhkan dia di gelas biru
jika miskin pintunya surga
temukan dia di telapak kaki ibu (Noell G)
jika minum dari gelas biru
elok lah di minum di tepi pantai
jika surga memang di telapak kaki Ibu
pengorbanannya baiklah dihargai (Huta Baringin)
Duduk di pantai berlaut biru
ambil kelapa minum berdua
mari sayangi ayah dan ibu
pasti kita akan masuk surga (RD.Kedum)
melintas sawah penyu berjalan
membawa bunga pada punggungnya
menyayang ayah ibu adalah kewajiban
mari lakukan dengan penuh cinta...(Noeel G.)
Jenuh
jenuhku seperti gula di air tebu...sungguh mengenyangkan....kemana harus ku tawarkan rasa agar sedikit berasa garam atau bahkan asam hingga mengoyak bejana atau harus bunuh semua rasa agar tiada berasa...ufffff....sesak aku.... | |
Pantun Nasehat
Sari timun banyak vitaminnya Bisa membuat dahaga plong Carilah teman sebanyak bisa Bila tersesat ada menolong |
|
Mencari Permaisuri
akulah pangeran yang mencari permaisuri bertubuh puisi
untuk kusanding sebagai rajahan katakata
pada tiap jengkal lekuk eloknya
hingga tercipta birahi sepanjang malam
menjelang pagi kucumbu dia dengan nyanyian
ketika siang kudekap dia dengan sajak
pada senja kupastikan menjelang puncak
sampai tambun rahimnya oleh distikhon, tersina, quantrin, quin, sextet, septima, stanza dan sonata...
tapi aku masih pangeran yang tak kunjung uzur
karena tak puas aku pada satu permaisuri
kan kucari lagi dayang berparas puisi...
tengahmalam,12/10/2011
untuk kusanding sebagai rajahan katakata
pada tiap jengkal lekuk eloknya
hingga tercipta birahi sepanjang malam
menjelang pagi kucumbu dia dengan nyanyian
ketika siang kudekap dia dengan sajak
pada senja kupastikan menjelang puncak
sampai tambun rahimnya oleh distikhon, tersina, quantrin, quin, sextet, septima, stanza dan sonata...
tapi aku masih pangeran yang tak kunjung uzur
karena tak puas aku pada satu permaisuri
kan kucari lagi dayang berparas puisi...
tengahmalam,12/10/2011
Loe, Gue, End...
Pagi menggigil kerontang mengemas kegetiran
Seusai debat kita di ujung malam
Bungkuslah hati dalam timpus sembilu
Karena tak sempat kita lipat kelebat kenangan ketika fajar mengetuk pintu
Masih tersisa senggukmu tersekat di ujung trakea mengisak keputusan dengan terbata
Tak usai kita mengeja seluruh kata karena ego meraja
Walau patah tongkat berjeremang, tak juga hati bersua hingga jenuh melepuh
Cintaku …mari kita berangkat berjingkat dipandu emosi....
Engkau ke timur aku ke barat...
Sebelum banyak tingkap menguak mengintai pigura pecah bergambar kita
Sebelum burung berkicau tentang cinta, karena kita sudah tak punya...
Jangan hirau mawar kita yang akan mekar di sudut taman
Karena semua telah usai…
(Cinta... jika takdir berkata lain, di jalan ini kita akan berjumpa lagi...)
recycle@noeel"Kamu, Aku Berakhir"4102011
Seusai debat kita di ujung malam
Bungkuslah hati dalam timpus sembilu
Karena tak sempat kita lipat kelebat kenangan ketika fajar mengetuk pintu
Masih tersisa senggukmu tersekat di ujung trakea mengisak keputusan dengan terbata
Tak usai kita mengeja seluruh kata karena ego meraja
Walau patah tongkat berjeremang, tak juga hati bersua hingga jenuh melepuh
Cintaku …mari kita berangkat berjingkat dipandu emosi....
Engkau ke timur aku ke barat...
Sebelum banyak tingkap menguak mengintai pigura pecah bergambar kita
Sebelum burung berkicau tentang cinta, karena kita sudah tak punya...
Jangan hirau mawar kita yang akan mekar di sudut taman
Karena semua telah usai…
(Cinta... jika takdir berkata lain, di jalan ini kita akan berjumpa lagi...)
recycle@noeel"Kamu, Aku Berakhir"4102011
Pantun Bersedih
melati memang warnanya putih
dirangkai satu gantung di dinding
hatiku hancur semakin sedih
melihat kekasih duduk bersanding (R.D. Kedum)
daun selasih tumbuh di tebing
pakailah cangkul cari umbinya
biarkan kekasih duduk bersanding
tetaplah senyum cari gantinya...(Noeel G.)
dirangkai satu gantung di dinding
hatiku hancur semakin sedih
melihat kekasih duduk bersanding (R.D. Kedum)
daun selasih tumbuh di tebing
pakailah cangkul cari umbinya
biarkan kekasih duduk bersanding
tetaplah senyum cari gantinya...(Noeel G.)
Pencarian
kumulai pencarian sebentuk nisbi yang tak kukenal wujudnya kaki kiri atau kanan naif mengayun hati tak membimbing tujuan tak mengerucut pada selesa yakin satu temukan batu pecahkan isi kepalaku... |
|
Pantun Galau
bebek berenang di air payau
airnya keruh banyak lumpurnya
kalau hatiku sedang galau
hendak kemana kucari obatnya? (Noeel G.)
Induk itik mandi di danau
berenang ke tepi basah bulunya
jika hati terasa galau
bermain cinta itu obatnya (Nuzul Kurniawan)
Itik berenang di halau angsa
ayam betina mengais papa
bagaimana hati tak galau dan putus asa
hendak bercinta dengan siapa? (Noeel G.)
airnya keruh banyak lumpurnya
kalau hatiku sedang galau
hendak kemana kucari obatnya? (Noeel G.)
Induk itik mandi di danau
berenang ke tepi basah bulunya
jika hati terasa galau
bermain cinta itu obatnya (Nuzul Kurniawan)
Itik berenang di halau angsa
ayam betina mengais papa
bagaimana hati tak galau dan putus asa
hendak bercinta dengan siapa? (Noeel G.)
Kau
Hatiku jengah menghampirimu
ketika mataku mencuri pipimu dan jenjang lehermu meluluhkan seluruh keakuanku
sisa malamku habis melarung bersama hadirmu yang kian masif di pusat saraf
kucoba basuh di sendang galau, namun...
tarianmu semakin mencipta gilaku
menyeret sukmaku pada labirin
mengasuh obsesi setinggi bulan
semua bintang kau himpun di bola matamu hingga langitku menjadi gelap
matahari mengikutimu jadikan bumiku redup tanpamu
angin menunggu petikan jarimu
lalu siap menghempasku ke palung sunyi
kumohon...
jangan lakukan itu
karena akulah pemujamu yang setia menyanyikan ode untukmu
ya...hanya untukmu
pada lirik dan senandung jiwa yang coba singkirkan elegi
tiruslah kau menuju jiwa
sampai lena aku pada dekapmu...
ketika mataku mencuri pipimu dan jenjang lehermu meluluhkan seluruh keakuanku
sisa malamku habis melarung bersama hadirmu yang kian masif di pusat saraf
kucoba basuh di sendang galau, namun...
tarianmu semakin mencipta gilaku
menyeret sukmaku pada labirin
mengasuh obsesi setinggi bulan
semua bintang kau himpun di bola matamu hingga langitku menjadi gelap
matahari mengikutimu jadikan bumiku redup tanpamu
angin menunggu petikan jarimu
lalu siap menghempasku ke palung sunyi
kumohon...
jangan lakukan itu
karena akulah pemujamu yang setia menyanyikan ode untukmu
ya...hanya untukmu
pada lirik dan senandung jiwa yang coba singkirkan elegi
tiruslah kau menuju jiwa
sampai lena aku pada dekapmu...
Sajak Abrakadabra
Secepat kilat aku melesat tak berjejak
kusongsong langit membelah awan
kusikat penjahat yang asyik merebak
aku menjadi superman
Seketika aku mendarat apik
di pusat keramaian gadisgadis
mereka menjulurkan lidah serakah menjilatjilat
karena akulah don juan menjelma sebagai bradpitt
bosan aku dengan gincu palsu
terbang aku melayanglayang
retas segala yang menghalang
kujelang segala keindahan
kini ku jadi kupukupu
kuhunus pedang sebentuk godam
tiada tanding kekar berlengan
kupuaskan bunga setaman
hingga terkulai matanya lebam
kusingkir semua yang coba menghalang
melaju cepat laksana angin
manuver cantik meliukliuk
aku sebagai marcosimoncelli
kutebas semua tanpa peduli
seketika aku terlempar lalu tersadar
terkapar aku di bawah ranjang...
(mimpiabrakadabra24/10/11)
kusongsong langit membelah awan
kusikat penjahat yang asyik merebak
aku menjadi superman
Seketika aku mendarat apik
di pusat keramaian gadisgadis
mereka menjulurkan lidah serakah menjilatjilat
karena akulah don juan menjelma sebagai bradpitt
bosan aku dengan gincu palsu
terbang aku melayanglayang
retas segala yang menghalang
kujelang segala keindahan
kini ku jadi kupukupu
kuhunus pedang sebentuk godam
tiada tanding kekar berlengan
kupuaskan bunga setaman
hingga terkulai matanya lebam
kusingkir semua yang coba menghalang
melaju cepat laksana angin
manuver cantik meliukliuk
aku sebagai marcosimoncelli
kutebas semua tanpa peduli
seketika aku terlempar lalu tersadar
terkapar aku di bawah ranjang...
(mimpiabrakadabra24/10/11)
Kau (...kah Itu?)
Kuterima kiriman rindumu dengan utuh pada angin sepoisepoi berwujud nafas yang hangat di pucuk hidungku kuendus dan meresap sampai ke hati kuteliti tekun di rongga dada sebentuk setia yang pernah kau janji pada daundaun bahwa jiwa tak pernah menua bahkan saat mentari kehilangan pijarnya kuharap kau mau ulangi jejak kita yang usang pada malam ketika mata kita bersirobok lekat tak bersekat pada pagi saat kau seka bulir bening di sudut keningku tak lekang aromamu manis merebak di taman samping tiada jemu kureka hingga raga merebah pasrah dan kutemukan kau ternyata masih jauh seketika... desah rumpun bambu menertawakanku (malampenantian261011) |
|
Langganan:
Postingan (Atom)